Sabtu, 21 Desember 2013

Radon , 18.



            Nama sebenarnya bukan Radon. Tapi ntahlah, saya lebih suka diam-diam menamainya Radon 18. Dia sendiripun tak pernah tau bahwa saya menjulukinya Radon 18. Iya, Radon 18. Radon, saya melihat kata itu di jajaran nama-nama atom dalam buku kimia kelas 1 SMP dulu. 18, saya menyukai tanggal 8, dan saat itu saya menjadikan dia satu-satunya tempat tertinggi di hati saya. Jadilah padu padan antara angka 1 dan 8.
            Secara fisik Radon 18 berkulit hitam, tapi ntahlah bibirnya tipis begitu memikat dan menggoda. Senyumnya menimbulkan lesung pipit yang cekung di pipinya. Ah, makhluk terindah yang pernah saya lihat saat masih beranjak remaja beberapa tahun silam. Suaranya khas. Ah iya, matanya agak sipit, dengan rambut belakang agak berantakan.
            Ntah lah semalam saya mendadak kembali kepikiran si radon 18. Sebersit bayangannya terlintas perlahan ketika saya mengendarai motor dengan laju pelan di iringi efek gerimis kecil. Saat ini saya tak tau dimana Radon berada. Terakhir saya berhubungan waktu saya akan naik kelas 2 SMA, dan dia berpamitan akan pindah ke Provinsi seberang. Hmm. Yang sangat kala itu, hati saya menjadi sedikit merasa nyeri, ntah karna apa. Dan beberapa hari sebelum keberangkatannya, saya menyita stick drum kesayangnnya. Saya letakkan dalam lemari pakaian. Sambil beralasan “Untuk kenangan agar saya bisa selalu ingat kamu”, Radon melepaskan stick drumnya dengan ikhlas.
            Dan iya, stick drum itu masih tersimpan rapi di dalam lemari pakaian saya.
            Hei Radon, apa kabar ? Sudah baikkah hidupmu saat ini? Masih ingat dengan rasa omelet buatan kita berdua dulu? Masih ingat bagaimana kita sering bertengkar, tak menyapa beberapa hari, kemudian kembali tertawa ? Kau ingan dengan gelang pemberianmu untuk kado ulang tahunku yang ke 13 ? Masih tersimpan rapi di loker gelangku.
           

Kamis, 27 Juni 2013

Namanya Bulan. Tinggalnya di langit yang penuh dengan bintang - bintang, sosok tubuhnya besar, tegap, kuat dan bercahaya. Menimbulkan romance keindahan yang tak ada taranya. Kala itu Bulan sedang purnama , bersinar penuh, menawan, dan seketika muncul Dewa Aquarius yang merupakan jelmaan dari rasi bintang Aquarius. Sesuai dengan cerita Yunani kuno, Dewa Aquarius adalah seorang  laki-laki berwajah rupawan yang pendiam dan bernamaasli Ganymede, dia di perintahkan oleh Dewa Zeus untuk tinggal di Olympus sebagai penuang air minum Dewa.



-DEWA AQUARIUS-

            Bulan menunjukkan sinarnya yang terang itu sebagai tanda bahagia telah mengenal Dewa Penuang Air itu. Lambat laun perasaan cinta tumbuh di hati Bulan. Bulan dan Rasi Bintang Aquarius terus bercengkrama setiap malam, saling menghibur dan bercerita. Bagaimana hidup Bulan ketika dia harus berubah-ubah bentuk dari sabit sampai purnama. Dan bagaimana Aquarius bercerita tentang pertemuannya dengan Zeus hingga akhirnya Aquarius bisa tinggal di langit.

            Hari-hari itu kian menjadi membosankan tatkala Aquarius tak lagi muncul, pergi, tanpa memunculkan sinar rasi bintangnya lagi. Bulan itu kini meredup sinarnya, dan sampailah pada saat dia harus berubah menjadi bulan sabit. Kecewa, sinarnya taklagi terang menyala seperti biasa. Dan ketika itulah muncul rasi bintang Libra. Bintang yang sinarnya juga redup, dan hanya bisa di temui ketika Bulan sedang berbentuk Sabit.


-DEWA LIBRA-

            “Aku akan menemanimu saat ini. Tapi tak tau bagaimana esok ketika bentukmu telah berubah menjadi purnama. Karna sinarku redup, maka saat kau purnama, kau tak akan menemukan aku di tengah sinarmu yang terang” Libra berucap, sambil pergi berlalu mengitari langit di belahan lain.

            Ketika ini Bulan sedang dalam tahap Bulan Separuh, dan saat masanya menjadi Bulan Sabit yang lalu habis, dia tak lagi bisa bertemu dengan Dewa Libra. Bulan itu pun kini sendiri lagi. Bintang tak lagi berteman dengannya kini, sinar mereka kalah kuat dengan pancaran cahaya Bulan yang hampir menjadi Purnama. Bulan itu masih tetap bersinar separuh, dan sesaat lagi adalah waktunya untuk menjadi purnama.Langit mendadak menjadi sangat  kelam dan mendadak tak bersahabat. Saat ketika datang seorang Dewa yang mengendarai Kerbau,sayangnya wajahnya begitu asing, tak pernah sekalipun Bulan melihatnya.

            “ Siapa kau?” Bulan berkata.


-DEWA TAURUS-

            “Aku DewaTaurus. Padahal rasi bintangku yang paling terang di antara semuanya. Tapi,kenapa sepertinya kau tak mengenalku? Aku selalu berada di manapun kamu berada.Aku selalu terlihat terang, hanya kau yang tak melihat. Aku selalu mengikutimu,setiap kau berubah, ntah menjadi sabit, bulan separuh, ataupun purnama. Hanya saja kau yang tak mengenaliku.”

            Awan mendung yang menyelimuti Bulan pun tersingkir perlahan. Bulan kini berubah menjadi Purnama dalam hitungan menit. Dia berharap saat awan-awan kelabu ini menyingkir maka akan datang sosok Dewa Aquarius di hadapannya. Tapi ketika awan mulai menghilang, tak ada sosok Dewa Aquarius itu, yang ada hanya Seekor Kerbau yang sedang duduk manis di atas awing-awang langit. Dan ada seorang Dewa disamping Kerbau itu yang tak lain adalah Dewa Taurus.

            “PercayakaH kau kini bahwa aku selalu ada di setiap saat ketika engkau menjadi sabit ataupun purnama? Ketahuilah, Aku adalah utusan Dewa Zeus yang di tugaskan untukmenemanimu setiap saat sampai kapanpun. Terimalah aku dengan hatimu yang ikhlas, Bulanku”



-DEWA TAURUS DAN BULAN-

Kamis, 21 Maret 2013

DI HADAPAN SENJA :)



            “Senja sore ini bagus ya” aku berkata sambil memakan ice cream cokelat disampingnya. Dia tak menjawab, masih berkonsentrasi dengan sebatang rokoknya yang entah keberapa, tak bisa dihitung.
            “Masih tetep habis 2 pack rokok 1 hari kah?” dan untuk kesekian kalinya ucapanku tak dihiraukan. Dia masih tetap sama, selalu diam ketika melihat pantai. Menghabiskan 5 rokok dengan melihat deburan ombak. Ketika sulutan rokok terakhir habis, barulah dia akan mengajakku berbicara. Kebiasaan lamanya yang tak akan pernah ku lupakan. Dan akhirnya aku pun hanya bisa diam menunggunya.
            “Kamu masih tetap cerewet ya, nggak ada yang berubah dari kamu. Senyumanmu. Caramu tertawa.” Dia berkata secara tiba-tiba. Dan itu membuatku kaget. Sangat kaget tentunya.
            “Hahaha. Aku ya aku. Beginilah aku. Sejak dulu tak akan berubah.” Aku berkata sambil menatap hamparan pantai yang indah. Matahari mulai terbenam, dan tiba-tiba Aufaa menggenggam tanganku, menatap tajam mataku, dan mengingatkan kenangan indah itu dulu.

#----#
5 Tahun yang Lalu.
            “Kayla, mataharinya sudah mau terbenam itu. Waaaaa. Bagus yaaa” Aufaa melihat ke arah matahari yang mulai menenggelamkan sinarnya. Ini untuk pertama kalinya aku mengajak Aufaa pergi jalan-jalan ke tengah sawah. Dan ini juga untuk pertama kalinya dia ku ajak melihat sunset. Aku hanya ingin melihat dia tersenyum , tentunya setelah 10 hari yang lalu dia di tinggal pergi untuk selamanya oleh Ibunya.
            “Iya bagus dong faa. Mau aku fotoin?” Aku menawarkannya.
            “Mau mau mau” Aufaa melompat dan segera mengambil posisi berdiri di tengah sawah. Aku bersiap mengambil kamera dan mengarahkan kepadanya. Dan aku menjadi kaget ketika tak sengaja melihat dia menitikkan air mata yang belum ku lihat selama ini. Aku pun berjalan menghampirinya.
            “Kamu kenapa faa?” Aku bertanya pelan.
            “Oh nggak apa kok Kay, ayo katanya mau foto” Dia berusaha tegar. Dan aku tau itu, karena aku percaya dia sanggup tegar menjalani ini semua.
            Setelah prosesi foto-foto usai, aku masih tetap duduk di gubug sawah itu. 6 tahun sudah aku mengenal Aufaa. Jujur, aku jatuh cinta pada Aufaa. Tapi tak pernah ku ungkapkan apa dan bagaimana perasaanku. Aku hanya tak ingin persahabatanku dan dia menjadi rusak.
            “Aufaa, kamu mau melanjutkan kuliah dimana?”
            “Masih nggak tau Kay, aku ikutin aja apa kata Ayah. Kamu gimana Kay? Jadi ambil yang dimana?’
            “Aku udah keterima di Perguruan Tinggi Negeri yang ada di Jogja itu, aku ambil jurusan Film & Fotografi. Dan rencanya aku mau berangkat nanti malam ke sana buat registrasi dan sekalian pindah. Maaf ya aku baru bilang ke kamu. Soalnya aku takut buat ninggalin kamu.”
            “Setelah ibu yang pergi, sekarang kamu pergi juga ya.” Dia berkata pelan.
            “Aku pergi juga buat kuliah faa, buat sementara. Aku juga bakal tetep ada buat kamu, kita kan bersahabat faa. Ini aku punya hadiah buat kamu.” Aku mengelurakan hadiah untuk Aufaa dari dalam tasku, memberikannya pada Aufaa.
            “Aku pulang dulu faa. Aku sudah janji sama Bunda untuk tak lama-lama diluar rumah. Baik-baik faa” Aku memegang wajah Aufaa, membalikkan badan dan pergi.
            Aufaa tak mengejarku. Sikapku begini saja sebenarnya juga membuatku terluka. Ah, andai saja persahabatanku dengannya tak kuselipi dengan cinta. Mungkin tak akan begini jadinya.
            Sejak kejadian itu, Aufaa tak pernah lagi menghubungiku. Nomer handphonenya tak lagi aktif, sudah ganti mungkin. Bahkan akun facebook dan twitter tak lagi aktif. Dan alamat rumahnya di Malang sudah berganti penghuni. Aku tak tau dia dimana, dan sedang apa. Tapi yang aku tau, aku masih memendam rasa padanya. Pada Aufaa.
            Pernah suatu hari ada telepon masuk dari nomer yang disembunyikan. Dan aku tau bahwa itu suara Aufaa, dia berkata “Tunggu aka ya Kayla. Kalau sudah sukses dan besar nanti, aku akan datang menemuimu. Ku penuhi janjiku untuk mengajakmu berlibur ke Pulau Lombok. Tunggu aku” Hanya berkata begitu dan telepon pun mati.
            Dan karena itulah aku percaya, bahwa Aufaa akan kembali padaku.

#---#

            Aufaa masih menggenggam tanganku dan menatap mataku,
            “Kayla, kenapa kamu nggak pernah bilang kalo kamu punya perasaan itu sama aku? Kenapa kamu seneng ninggalin aku selama 5 tahun ini? Kamu bikin aku menyesal selama ini, kenapa aku nggak pernah bilang kalo aku juga suka kamu. 5 tahun lalu, kadomu, itu yang bikin aku menyesal kenapa aku nggak pernah berani buat ungkapin semuanya.”
            “Aufaa, maaf aku ..”
            “Nggak perlu ada yang di maafkan. Aku sayang kamu Kayla. I love you. Will you marry me?”
            Aku sedikit tercengang, dan tanpa sadar aku mengangguk pelan. Aufaa membuat perubahan cepat di hidupku. Deburan ombak, matahari terbenam yang sama, angin yang sama, dan cinta yang masih tetap sama walau sudah 11 tahun berlalu sejak awal aku mengenal Aufaa. Aku bersandar pada bahu Aufaa. Ketenangan yang selama ini ku hilangkan sendiri kini kembali ku dapatkan.

            Aku mencintaimu dengan perasaan yang sama.
            Ntah untuk awal kali, pertengahan, sampai kita berpisah nanti.
            Dibawah langit senja kita bersama.
            Dihadapan pantai ini kita mengikat janji.
            Di atas pasir ini kita terduduk berdua.
            Tak berubah, sejak dulu dan sampai kapanpun.