Jumat, 13 Februari 2015

Cerita yang Tak Pernah Berakhir Part IV (Selamat Mengulang Hari Lahir, Hans)

Selamat hari lahir yang ke dua puluh satu Hans. Ini sudah ke 4 kalinya saya turut bahagia merayakan hari kelahiranmu. Saya gundah sejak sebulan lalu Hans. Ditelinga saya terus terngiang tanggal lahirmu. Saya galau harus memberi apa dihari lahirmu. Sebulan saya berpikir, bagaimana cara saya memberi tau kamu bahwa saya ingat dan saya tahu dan saya selalu hafal hari lahirmu. Saya bingung Hans,saya harus menyampaikan doa pada kamu melalui apa. Saya masih menyimpan nomor telepon kamu 4 tahun silam, kadang saya masih mengirim pesan singkat pada nomor itu jika rindu sedang tak tertahan walau saya tau nomor tersebut telah lama mati. Saya punya kontak BBM kamu, kamu juga tau itu. Tapi saya tak berani memulai mengetik untuk berucap “Selamat Ulang Tahun, Hans”. Saya berniat mengucap itu tadi malam saat dini hari. Tetapi saya urungkan, saya sadar diri Hans, ada yang jauh lebih pantas mengucapkan itu dibandingkan saya.

                Saya bangun pagi tadi dengan perasaan kacau. Melihat Recent Update di BBM semakin kacau, terlihat pada pukul 00 ntah lebih berapa  saya lupa, Bunga mengucapkan kebahagiaan akan hari lahirmu. Saya tak berani seperti itu. Andai saja saya bisa Hans.

                Hari ini otak saya sedang terus memutar tanggal 8 bulan ini di tahun-tahun sebelumnya Hans.

                Tahun 2012. Saya sudah mempersiapkan kado untuk kamu. Sebuah pigura dengan kumpulan foto-foto yang di tata berbentuk seorang berambut gimbal dengan baju merah kuning hijau dan sebuah alquran kecil yang sengaja saya beli sepasang, dan satunya saya simpan. Kado itu tak saya berikan tepat di hari lahirmu. Lagi-lagi saya takut dan merasa tidak enak dengan Bunga. Tapi tetap saja saya berikan saat saya akan pindah ke kota Jember.

                Tahun 2013. Saya meneleponmu jam 00.00. Dengan nada mengantuk saya bertanya “Ini Hans?” Dan kamu menjawab sambil tertawa “Bukan haha”. Dengan singkat saya berucap “Selamat Ulang Tahun Hans. Semoga semua keinginanmu tercapai.Hari ini saya tidak bisa bertemu denganmu. Maaf ya.”. Telepon saya matikan dan saat saya bangun tidur, saya mendapati pesan singkat darimu “Saya sudah menyangka kamu pasti orang yang pertama mengucapkan. Terimakasih doanya”. Nyatanya apa Hans?Pagi itu saya sedang menapaki puluhan kilometer aspal untuk sampai di kotamu. Memberikan sebuah bingkisan ulang tahun buatan tangan yang katamu adalah kado yang paling spesial di antara semua kado yang kamu terima.

                Tahun 2014. Saya ingat kamu berulang tahun Hans. Tapi saya tak memberi apa-apa. Saya takut untuk terus terhantui merindukan, dan memikirkan keberadaanmu.

                Tahunini Hans. 2015. Saya tak bisa memberi kejutan apapun. Karena saya kalah sejak awal. Sekedar berucap melewati pesan singkat pun saya tak berani. 

Detik ini saya mencoba mengumpulkan keberanian itu. Saya ingin turut berbahagia atas hari kelahiranmu. Sebagai rasa syukur pada Tuhan telah menakdirkanmu terlahir ke dunia. Tak apa saya tak bisa mengucapkan doa padamu untuk yang pertama. Namun biarkan saya mencoba memberi doa padamu nanti, di akhir malam tanggal 8 bulan ini. Sambil berdoa dalam hati, bahwa nanti saya yang akan menjadi wanita terakhir untukmu.

                Selamat ulang tahun Hans.
                Lelaki yang selalu di hati, tapi tak pernah bisa termiliki.
                Selamat ulang tahun Hans.
                Semoga harimu bewarna, bersama, Bunga.

Cerita yang Tak Pernah Berakhir Part III (Patah Hati yang Terhebat)

Aku tak bisa luluhkan hatimu
Dan aku tak bisa menyentuh cintamu
Seiring jejak kakiku bergetar
Aku tlah terpaku oleh cintamu

Sore ini saya sedang patah hati dengan level yang sangat akut. Begitu dahsyatnya patah hati ini. Semua berawal dari saat saya membuka flasdisk, membuka folder rahasia dalam flasdisk. Dan mata menjadi berkaca-kaca saat saya tidak mendapati Folder yang berisi foto saya dengan Hans. Ini seperti mimpi rasanya. Saya keluarkan flasdisk,menancapkan lagi sampai 3 kali tapi tetap sama. Folder itu hilang. Saya histeris, dan hanya bisa menangis sepanjang hari.

                Saya merasa patah hati yang hebat. Kehilangan folder itu merupakan tikaman tajam,membuat separuh jiwa saya hilang. Bagaimana tidak jika dalam folder itu terpampang foto saya dan Hans. Kami mengambil foto itu saat Hans menepati janji untuk menemui saya di Kota Jember taun 2012 silam. Di foto itu kami memakai baju dengan warna yang sama yaitu hitam, seperti biasa tanpa janjian. Itu kali pertama saya berpose bersama dengan Hans, sampai saat ini tidak pertama, dan folder itu raib tanpa saya tau hilang kemana.

                Sakit rasanya , sama sakitnya seperti saat dulu saya dan Hans memutuskan bertemu sayadi suatu sore beberapa taun silam saat masih SMA. Di tengah obrolan panjang ditengah sepoi angin, Hans berkata “Saya balik lagi dengan Bunga”. Sepoi angin menjadi rintik hujan di hati saya. Saya berusaha menahan air mata. Mood saya drop, dan saya memutuskan bersikap sewajarnya dan memilih mengakhiri sore itu dengan cepat.

                Sampai dirumah, saya menuju kamar memandang langit-langit kamar dengan perasaan kacau.Melihat di belakang pintu terpampang kaos dan boxer yang saya pakai saat tak sengaja bertemu Hans pertama kali (baca cerita sebelumnya). Dengan berlinang air mata, perasaan gundah tak menentu, saya mengambil baju tersebut melemparkan ke dalam bak cucian. Biarlah, biar kenangan pertemuan pertama itu larut dalam air sabun terbuang kemana ntah saya berusaha tak peduli.

                Saya mengirim pesan singkat pada Hans, “Semoga pilihanmu kembali dengan Bunga adalah pilihan yang terbaik. Jika suatu hari nanti kamu sendiri, tidak tau kemana,kamu bisa cari saya, saya selalu ada untuk kamu, saya menunggumu Hans”. Dengan cepat Hans membalas “Maaf, maaf saya telah menyia-nyiakan wanita yang benar-benar tulus sama saya. Saya mengaku saya bodoh”.

                Saya tak pernah lupa dengan janji saya Hans. Saya menunggu sampai sekarang. Sejak 2011 silam, sekarang sudah berjalan 2015, saya masih disini Hans. Saya selalu mengikutimu di belakang. Tapi, larimu begitu cepat Hans, saya merasa tak mampu untuk terus mengejar. Mereka berkali-kali menyuruh saya untuk berhenti mengikutimu Hans.  Saya mungkin pernah terjatuh saat berlari, tapi saya bangkit lagi dan terus berlari. Saya selalu menyemangati diri bahwa saya kuat, saya tidak apa-apa berlari di belakang kamu walau harus tertinggal  jauh. Saya tak apa Hans.Percaya itu.

                Hans,maukah kamu menoleh sebentar saja?.

Sepenuhnya aku...ingin memelukmu
Mendekap penuh harapan...tuk mencintaimu
Setulusnya aku...akan terus menunggu
Menanti sebuah jawaban tuk memilikimu

Cerita yang Tak Pernah Berakhir Part II (Ini Bukan FTV, Hans)

Tuhan memberikan suatu takdir untuk di jalani.
Bukan untuk di sesali apalagi diratapi.

                Takdir apa yang membuat saya dan Hans menjadi duduk bersama di tengah gubuk kecil di hamparan sawah yang luas ini . Ini bukan perihal mimpi. Ini sekedar kebetulan saat sama-sama sendiri, kemudian jari-jari saya mengetik pesan untuk Hans. Dan waktu terasa membeku sampai akhirnya saya dan Hans sedang berdua sekarang menikmati tiupan angin yang mengobrak abrik lembut rambut Hans dan rambut saya.

                Sambil menghabiskan putung rokoknya, dia mulai bercerita tentang kegalauanya dengan Bunga. Dia putus dengan Bunga. Wanita yang ternyata menduakan 1 hatinya untuk 2 lelaki. Untuk Hans dan Rayyan si lelaki kaya raya yang sebelumnya menjadi kekasih Bunga. Hans mengetahui fakta pahit ini setelah dia mencari tau terlalu jauh seperti apa Bunga. Saya yang tau itu sejak dulu, hanya diam dan membungkam semuanya sendiri. Pura-pura tidak tau dan membiarkan Hans bercerita dengan nada sedikit emosi sambil menatap hamparan padi yang sedang menari termainkan angin.

                “Berhentiberbicara tentang Bunga. Kita cari bahasan lain saja ya.” Hans mematikanrokoknya dan berhenti menceritakan tentang Bunga. Dan pergantian topik Bungamenjadi cerita lucu membuat saya tau bahwa suara tawa Hans begitu renyah danunik. Tawa dengan potongan napas yang terdengar begitu indah menurut saya. Sayamemandang Hans yang sedang membetulkan rambutnya yang terkena angin. Begitudalam saya menatap, saya merasa Bunga terlalu bodoh menduakan Hans seperti itu.

                Matahari sore mulai turun meminta berganti dengan bulan, saya dan Hans memutuskan mengakhiri sore itu dan berjalan menyusuri pematang sawah. Saya di belakang Hans bepegangan erat baju Hans , takut karna sebelumnya ada seekor ular yang mengintai kita di bawah gubuk tadi. Dengan cepat Hans meraih tangan saya dan kami berjalan sambil menggenggam tangan. Ah, untung saja Hans berada di depan, saya malu bila Hans tau wajah saya memerah saat itu.

                “Kamu suka melihat FTV ? Kamu tau? Adegan berjalan di sawah sambil menggenggam tangan seperti ini sering dilakukan” Hans berucap seperti itu. Dan ya, gemuruh hati ini mulai berdendang minta di hentikan. Kaki  saya mulai dingin membeku, tetapi tangan saya tetap terasa hangat karna masih berada dalam genggaman Hans. Saya diam tak berkomentar dan berharap pematang sawah yang saya lalui ini bertambah panjang 5km .

                “Cepat pulang, nanti kamu hilang kalo sering ada di jalan. Terimakasih untuk sore ini.Kamu berhasil membuat saya lupa dengan Bunga“. Saya tersenyum mendengar kalimat Hans yang semakin membuat saya bergetar tak beraturan. Saya mengulurkan tangan tanda berpisah, Hans menerima tangan saya dan membalik tangannya dengan cepat sampai saya mencium punggung tangan Hans. Saya kaget, dan Hans hanya tertawa.Tawa riang dengan wajah yang mempesona.

                Saya tutup hari itu dengan menyetir sepeda perlahan, menikmati desiran darah penuh dengan asmara yang membuat saya tak sadar bahwa saat lampu merah saya tersenyum sendiri. Dan menjadi malu saat tau bahwa di samping saya telah ada Hans yang melihat saya dan berucap “Senyum senyum sendiri ya”. Dan lampu merah ternyata menyala sangat cepat. Saya melaju ke kiri berputar tak ingin pulang, dan Hans pergi ke kanan ntah kemana saya tak tau.

                Bunga,maaf jika saya benar-benar jatuh cinta pada Hans.

Cerita yang Tak Pernah Berakhir Part I (Bertemu Hans)

Seluruh kawan saya  tak ada yang tak mengenal Hans dan berbagai ceritanya. Saya selalu menceritakan tentang Hans, tentang saya dan Hans, dan tentang kenangan saya dan Hans. Hans. Nama yang cukup indah untuk menyamarkannya. Dia adalah seorang pencuri. Pencuri hati yang tak pernah bisa mengembalikan hati saya secara utuh sejak saya masih berseragam putih abu-abu.Hans bersuara sangat khas, sedikit serak, dengan senyum manis menggoda yang mampu meruntuhkan iman saya. Hans menjadi pribadi yang selalu saya ingat. Entah dimanapun saya berada, sosok Hans seperti terus mengikuti saya. Pernah saya mencoba mengusir Hans, namun tak sampai beberapa lama bayangan dia kembali datang.

                Saya berkomunikasi dengan Hans jauh sebelum saya bertemu dengan Hans. Hans pernah berkomunikasi dengan saya, untuk menanyakan tentang Bunga melalui pesan singkat. Bunga adalah seorang wanita yang cukup dekat dengan saya, dia seorang Bunga yang sempurna karna parasnya yang benar-benar cantik seperti permaisuri(mungkin). Saya tak pernah tau kenapa Hans menanyakan tentang Bunga pada saya,tapi saya orang cuek dan saya jawab saja yang saya ketahui, karna pada saat ituHans mengaku sebagai pacar Bunga. Tak hanya sampai disitu, Hans juga pernah menelepon saya untuk menanyakan tentang Bunga, dan ya saya lagi-lagi tak mengerti, ini pacar siapa yang di Tanya siapa. Tapi siapa peduli, saya jawab seadanya saja.

                Hingga suatu hari, sore yang begitu cerah saya menghabiskan waktu dengan menikmati suasana  kota, memilih duduk di sebuah pos yang berada tepat di sebelah sawah hijau yang membentang. Saya baru ini menemukan ada hamparan sawah di tengah-tengah kota. Sedikit ajaib namun menguntungkan untuk saya sedikit melepas penat menghadapi Ujian Semester 5 di SMA. Angin sepoi-sepoi menambah suasana menjadi sedikit lebih nyaman, di tambah saat saya melihat seorang laki-laki melewati tempat saya duduk. Rambutnya tertepa angin, dan saya terdiam beberapa detik, melihatnya tanpa berkedip dan ekor mata saya terus mengikuti kemana dia pergi. Di ujung jalan pun saya melihat kelabat bayangan terakhirnya termakan oleh enggokan jalan.

                Saya ingin membagi apa yang saya lihat baru saja pada seorang teman bernama Bunga.Dengan mengirimkan pesan singkat pada Bunga yang berisi bahwa saya telah melihat seorang laki-laki yang sepertinya menurunkan beberapa persen ketampanan dari Nabi Yusuf. Tak sampai beberapa menit, Bunga pun datang dan dengan penuh antusias saya menceritakan semuanya pada Bunga. Di pertengahan cerita pun lelaki tadi kembali melintasi jalur dimana saya duduk. Dan dengan perasaan sumringah saya berkata pada Bunga “Itu dia orang yang ku ceritakan”. Bunga hanya melihat dan tersenyum, manis, sungguh manis, dia benar-benar seperti Bunga.

                Beberapa menit kemudian, lelaki itu berjalan lagi kearah kami. Menuju pos yang sedang saya dan Bunga tempati. Saya sedang mengalami peningkatan detak jantung, hampir pucat, dan sulit bernapas sama seperti ikan yang di lepaskan dari air menuju darat. Ternyata dia menghampiri Bunga, bercakap-cakap, dan saya diam sedikit menjauh dan penasaran kenapa Bunga bisa mengenalnya. Bunga memanggil saya untukmengenalkan saya pada dia, tapi saya menolak halus, tersenyum sebentar, dan berpaling menatap hamparan sawah (lagi).

                Usai menghabiskan sore di pinggir sawah tengah kota, saya mengantar Bunga pergi kesalon. Bunga dengan parasnya yang cantik pasti memerlukan perawatan untukmenjaga kualitas diri. Berbeda dengan saya yang terbiasa untuk bersikap apa adanya meski terkesan kumuh. Bunga menitipkan handphone nya pada saya. Entah maksudnya apa, tapi saat saya melihat wallpaper dari handphonenya, saya melihat foto Bunga bergenggaman tangan dengan seorang laki-laki. Iya, dengan laki-laki yang tadi sore saya temui.

                Seperti terjatuh dalam kubangan kotoran sapi yang bertumpuk. Mungkin lembut dengan sedikit crunchy, tapi kotoran sapi tetaplah bau. Seperti itu yang saya rasakan saat mengetahui fakta yang sedikit buruk. Sepanjang menunggu Bunga di salon saya hanya bisa terdiam, menatap jalanan di luar, memegang hati saya seolah berucap “Hina,sungguh hina”.

                Perjalanan pulang saya menyampaikan pernyataan pada Bunga “Maaf bunga, yang tadi sorehanya bercanda, saya tidak benar-benar suka pada lelaki tadi. Saya tidak tau kalau dia ternyata pacarmu” dan dilanjutkan dalam hati “Jadi itu adalah Hans,orang yang jauh saya kenal sebelum saya bertemu tadi sore”. Saya akhiri sore itu dengan menggantungkan pakaian yang saya pakai di balik pintu, tidak mencucinya, karna pakaian itu sangat berarti menurut saya. Pakaian yang saya gunakan untuk menjadi saksi saat saya menjalankan takdir bertemu dengan Hans, pertama kali.

Tak pernah ada kebetulan di dunia ini.

Yang ada adalah takdir yang sudah tergariskan.