Jumat, 13 Februari 2015

Cerita yang Tak Pernah Berakhir Part II (Ini Bukan FTV, Hans)

Tuhan memberikan suatu takdir untuk di jalani.
Bukan untuk di sesali apalagi diratapi.

                Takdir apa yang membuat saya dan Hans menjadi duduk bersama di tengah gubuk kecil di hamparan sawah yang luas ini . Ini bukan perihal mimpi. Ini sekedar kebetulan saat sama-sama sendiri, kemudian jari-jari saya mengetik pesan untuk Hans. Dan waktu terasa membeku sampai akhirnya saya dan Hans sedang berdua sekarang menikmati tiupan angin yang mengobrak abrik lembut rambut Hans dan rambut saya.

                Sambil menghabiskan putung rokoknya, dia mulai bercerita tentang kegalauanya dengan Bunga. Dia putus dengan Bunga. Wanita yang ternyata menduakan 1 hatinya untuk 2 lelaki. Untuk Hans dan Rayyan si lelaki kaya raya yang sebelumnya menjadi kekasih Bunga. Hans mengetahui fakta pahit ini setelah dia mencari tau terlalu jauh seperti apa Bunga. Saya yang tau itu sejak dulu, hanya diam dan membungkam semuanya sendiri. Pura-pura tidak tau dan membiarkan Hans bercerita dengan nada sedikit emosi sambil menatap hamparan padi yang sedang menari termainkan angin.

                “Berhentiberbicara tentang Bunga. Kita cari bahasan lain saja ya.” Hans mematikanrokoknya dan berhenti menceritakan tentang Bunga. Dan pergantian topik Bungamenjadi cerita lucu membuat saya tau bahwa suara tawa Hans begitu renyah danunik. Tawa dengan potongan napas yang terdengar begitu indah menurut saya. Sayamemandang Hans yang sedang membetulkan rambutnya yang terkena angin. Begitudalam saya menatap, saya merasa Bunga terlalu bodoh menduakan Hans seperti itu.

                Matahari sore mulai turun meminta berganti dengan bulan, saya dan Hans memutuskan mengakhiri sore itu dan berjalan menyusuri pematang sawah. Saya di belakang Hans bepegangan erat baju Hans , takut karna sebelumnya ada seekor ular yang mengintai kita di bawah gubuk tadi. Dengan cepat Hans meraih tangan saya dan kami berjalan sambil menggenggam tangan. Ah, untung saja Hans berada di depan, saya malu bila Hans tau wajah saya memerah saat itu.

                “Kamu suka melihat FTV ? Kamu tau? Adegan berjalan di sawah sambil menggenggam tangan seperti ini sering dilakukan” Hans berucap seperti itu. Dan ya, gemuruh hati ini mulai berdendang minta di hentikan. Kaki  saya mulai dingin membeku, tetapi tangan saya tetap terasa hangat karna masih berada dalam genggaman Hans. Saya diam tak berkomentar dan berharap pematang sawah yang saya lalui ini bertambah panjang 5km .

                “Cepat pulang, nanti kamu hilang kalo sering ada di jalan. Terimakasih untuk sore ini.Kamu berhasil membuat saya lupa dengan Bunga“. Saya tersenyum mendengar kalimat Hans yang semakin membuat saya bergetar tak beraturan. Saya mengulurkan tangan tanda berpisah, Hans menerima tangan saya dan membalik tangannya dengan cepat sampai saya mencium punggung tangan Hans. Saya kaget, dan Hans hanya tertawa.Tawa riang dengan wajah yang mempesona.

                Saya tutup hari itu dengan menyetir sepeda perlahan, menikmati desiran darah penuh dengan asmara yang membuat saya tak sadar bahwa saat lampu merah saya tersenyum sendiri. Dan menjadi malu saat tau bahwa di samping saya telah ada Hans yang melihat saya dan berucap “Senyum senyum sendiri ya”. Dan lampu merah ternyata menyala sangat cepat. Saya melaju ke kiri berputar tak ingin pulang, dan Hans pergi ke kanan ntah kemana saya tak tau.

                Bunga,maaf jika saya benar-benar jatuh cinta pada Hans.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar