Jumat, 13 Februari 2015

Cerita yang Tak Pernah Berakhir Part I (Bertemu Hans)

Seluruh kawan saya  tak ada yang tak mengenal Hans dan berbagai ceritanya. Saya selalu menceritakan tentang Hans, tentang saya dan Hans, dan tentang kenangan saya dan Hans. Hans. Nama yang cukup indah untuk menyamarkannya. Dia adalah seorang pencuri. Pencuri hati yang tak pernah bisa mengembalikan hati saya secara utuh sejak saya masih berseragam putih abu-abu.Hans bersuara sangat khas, sedikit serak, dengan senyum manis menggoda yang mampu meruntuhkan iman saya. Hans menjadi pribadi yang selalu saya ingat. Entah dimanapun saya berada, sosok Hans seperti terus mengikuti saya. Pernah saya mencoba mengusir Hans, namun tak sampai beberapa lama bayangan dia kembali datang.

                Saya berkomunikasi dengan Hans jauh sebelum saya bertemu dengan Hans. Hans pernah berkomunikasi dengan saya, untuk menanyakan tentang Bunga melalui pesan singkat. Bunga adalah seorang wanita yang cukup dekat dengan saya, dia seorang Bunga yang sempurna karna parasnya yang benar-benar cantik seperti permaisuri(mungkin). Saya tak pernah tau kenapa Hans menanyakan tentang Bunga pada saya,tapi saya orang cuek dan saya jawab saja yang saya ketahui, karna pada saat ituHans mengaku sebagai pacar Bunga. Tak hanya sampai disitu, Hans juga pernah menelepon saya untuk menanyakan tentang Bunga, dan ya saya lagi-lagi tak mengerti, ini pacar siapa yang di Tanya siapa. Tapi siapa peduli, saya jawab seadanya saja.

                Hingga suatu hari, sore yang begitu cerah saya menghabiskan waktu dengan menikmati suasana  kota, memilih duduk di sebuah pos yang berada tepat di sebelah sawah hijau yang membentang. Saya baru ini menemukan ada hamparan sawah di tengah-tengah kota. Sedikit ajaib namun menguntungkan untuk saya sedikit melepas penat menghadapi Ujian Semester 5 di SMA. Angin sepoi-sepoi menambah suasana menjadi sedikit lebih nyaman, di tambah saat saya melihat seorang laki-laki melewati tempat saya duduk. Rambutnya tertepa angin, dan saya terdiam beberapa detik, melihatnya tanpa berkedip dan ekor mata saya terus mengikuti kemana dia pergi. Di ujung jalan pun saya melihat kelabat bayangan terakhirnya termakan oleh enggokan jalan.

                Saya ingin membagi apa yang saya lihat baru saja pada seorang teman bernama Bunga.Dengan mengirimkan pesan singkat pada Bunga yang berisi bahwa saya telah melihat seorang laki-laki yang sepertinya menurunkan beberapa persen ketampanan dari Nabi Yusuf. Tak sampai beberapa menit, Bunga pun datang dan dengan penuh antusias saya menceritakan semuanya pada Bunga. Di pertengahan cerita pun lelaki tadi kembali melintasi jalur dimana saya duduk. Dan dengan perasaan sumringah saya berkata pada Bunga “Itu dia orang yang ku ceritakan”. Bunga hanya melihat dan tersenyum, manis, sungguh manis, dia benar-benar seperti Bunga.

                Beberapa menit kemudian, lelaki itu berjalan lagi kearah kami. Menuju pos yang sedang saya dan Bunga tempati. Saya sedang mengalami peningkatan detak jantung, hampir pucat, dan sulit bernapas sama seperti ikan yang di lepaskan dari air menuju darat. Ternyata dia menghampiri Bunga, bercakap-cakap, dan saya diam sedikit menjauh dan penasaran kenapa Bunga bisa mengenalnya. Bunga memanggil saya untukmengenalkan saya pada dia, tapi saya menolak halus, tersenyum sebentar, dan berpaling menatap hamparan sawah (lagi).

                Usai menghabiskan sore di pinggir sawah tengah kota, saya mengantar Bunga pergi kesalon. Bunga dengan parasnya yang cantik pasti memerlukan perawatan untukmenjaga kualitas diri. Berbeda dengan saya yang terbiasa untuk bersikap apa adanya meski terkesan kumuh. Bunga menitipkan handphone nya pada saya. Entah maksudnya apa, tapi saat saya melihat wallpaper dari handphonenya, saya melihat foto Bunga bergenggaman tangan dengan seorang laki-laki. Iya, dengan laki-laki yang tadi sore saya temui.

                Seperti terjatuh dalam kubangan kotoran sapi yang bertumpuk. Mungkin lembut dengan sedikit crunchy, tapi kotoran sapi tetaplah bau. Seperti itu yang saya rasakan saat mengetahui fakta yang sedikit buruk. Sepanjang menunggu Bunga di salon saya hanya bisa terdiam, menatap jalanan di luar, memegang hati saya seolah berucap “Hina,sungguh hina”.

                Perjalanan pulang saya menyampaikan pernyataan pada Bunga “Maaf bunga, yang tadi sorehanya bercanda, saya tidak benar-benar suka pada lelaki tadi. Saya tidak tau kalau dia ternyata pacarmu” dan dilanjutkan dalam hati “Jadi itu adalah Hans,orang yang jauh saya kenal sebelum saya bertemu tadi sore”. Saya akhiri sore itu dengan menggantungkan pakaian yang saya pakai di balik pintu, tidak mencucinya, karna pakaian itu sangat berarti menurut saya. Pakaian yang saya gunakan untuk menjadi saksi saat saya menjalankan takdir bertemu dengan Hans, pertama kali.

Tak pernah ada kebetulan di dunia ini.

Yang ada adalah takdir yang sudah tergariskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar