Seluruh kawan saya tak ada yang tak mengenal Hans dan berbagai
ceritanya. Saya selalu menceritakan tentang Hans, tentang saya dan Hans,
dan tentang kenangan saya dan Hans. Hans. Nama yang cukup indah untuk
menyamarkannya. Dia adalah seorang pencuri. Pencuri hati yang tak pernah
bisa mengembalikan hati saya secara utuh sejak saya masih berseragam
putih abu-abu.Hans bersuara sangat khas, sedikit serak, dengan senyum
manis menggoda yang mampu meruntuhkan iman saya. Hans menjadi pribadi
yang selalu saya ingat. Entah dimanapun saya berada, sosok Hans seperti
terus mengikuti saya. Pernah saya mencoba mengusir Hans, namun tak
sampai beberapa lama bayangan dia kembali datang.
Saya berkomunikasi dengan Hans jauh sebelum saya bertemu dengan Hans.
Hans pernah berkomunikasi dengan saya, untuk menanyakan tentang Bunga
melalui pesan singkat. Bunga adalah seorang wanita yang cukup dekat
dengan saya, dia seorang Bunga yang sempurna karna parasnya yang
benar-benar cantik seperti permaisuri(mungkin). Saya tak pernah tau
kenapa Hans menanyakan tentang Bunga pada saya,tapi saya orang cuek dan
saya jawab saja yang saya ketahui, karna pada saat ituHans mengaku
sebagai pacar Bunga. Tak hanya sampai disitu, Hans juga pernah menelepon
saya untuk menanyakan tentang Bunga, dan ya saya lagi-lagi tak
mengerti, ini pacar siapa yang di Tanya siapa. Tapi siapa peduli, saya
jawab seadanya saja.
Hingga suatu hari,
sore yang begitu cerah saya menghabiskan waktu dengan menikmati suasana
kota, memilih duduk di sebuah pos yang berada tepat di sebelah sawah
hijau yang membentang. Saya baru ini menemukan ada hamparan sawah di
tengah-tengah kota. Sedikit ajaib namun menguntungkan untuk saya sedikit
melepas penat menghadapi Ujian Semester 5 di SMA. Angin sepoi-sepoi
menambah suasana menjadi sedikit lebih nyaman, di tambah saat saya
melihat seorang laki-laki melewati tempat saya duduk. Rambutnya tertepa
angin, dan saya terdiam beberapa detik, melihatnya tanpa berkedip dan
ekor mata saya terus mengikuti kemana dia pergi. Di ujung jalan pun saya
melihat kelabat bayangan terakhirnya termakan oleh enggokan jalan.
Saya ingin membagi apa yang saya lihat baru saja pada seorang teman
bernama Bunga.Dengan mengirimkan pesan singkat pada Bunga yang berisi
bahwa saya telah melihat seorang laki-laki yang sepertinya menurunkan
beberapa persen ketampanan dari Nabi Yusuf. Tak sampai beberapa menit,
Bunga pun datang dan dengan penuh antusias saya menceritakan semuanya
pada Bunga. Di pertengahan cerita pun lelaki tadi kembali melintasi
jalur dimana saya duduk. Dan dengan perasaan sumringah saya berkata pada
Bunga “Itu dia orang yang ku ceritakan”. Bunga hanya melihat dan
tersenyum, manis, sungguh manis, dia benar-benar seperti Bunga.
Beberapa menit kemudian, lelaki itu berjalan lagi kearah kami. Menuju
pos yang sedang saya dan Bunga tempati. Saya sedang mengalami
peningkatan detak jantung, hampir pucat, dan sulit bernapas sama seperti
ikan yang di lepaskan dari air menuju darat. Ternyata dia menghampiri
Bunga, bercakap-cakap, dan saya diam sedikit menjauh dan penasaran
kenapa Bunga bisa mengenalnya. Bunga memanggil saya untukmengenalkan
saya pada dia, tapi saya menolak halus, tersenyum sebentar, dan
berpaling menatap hamparan sawah (lagi).
Usai menghabiskan sore di pinggir sawah tengah kota, saya mengantar
Bunga pergi kesalon. Bunga dengan parasnya yang cantik pasti memerlukan
perawatan untukmenjaga kualitas diri. Berbeda dengan saya yang terbiasa
untuk bersikap apa adanya meski terkesan kumuh. Bunga menitipkan
handphone nya pada saya. Entah maksudnya apa, tapi saat saya melihat
wallpaper dari handphonenya, saya melihat foto Bunga bergenggaman tangan
dengan seorang laki-laki. Iya, dengan laki-laki yang tadi sore saya
temui.
Seperti terjatuh dalam kubangan
kotoran sapi yang bertumpuk. Mungkin lembut dengan sedikit crunchy, tapi
kotoran sapi tetaplah bau. Seperti itu yang saya rasakan saat
mengetahui fakta yang sedikit buruk. Sepanjang menunggu Bunga di salon
saya hanya bisa terdiam, menatap jalanan di luar, memegang hati saya
seolah berucap “Hina,sungguh hina”.
Perjalanan pulang saya menyampaikan pernyataan pada Bunga “Maaf bunga,
yang tadi sorehanya bercanda, saya tidak benar-benar suka pada lelaki
tadi. Saya tidak tau kalau dia ternyata pacarmu” dan dilanjutkan dalam
hati “Jadi itu adalah Hans,orang yang jauh saya kenal sebelum saya
bertemu tadi sore”. Saya akhiri sore itu dengan menggantungkan pakaian
yang saya pakai di balik pintu, tidak mencucinya, karna pakaian itu
sangat berarti menurut saya. Pakaian yang saya gunakan untuk menjadi
saksi saat saya menjalankan takdir bertemu dengan Hans, pertama kali.
Tak pernah ada kebetulan di dunia ini.
Yang ada adalah takdir yang sudah tergariskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar