Selamat hari lahir yang ke dua puluh satu Hans. Ini sudah ke 4
kalinya saya turut bahagia merayakan hari kelahiranmu. Saya gundah sejak
sebulan lalu Hans. Ditelinga saya terus terngiang tanggal lahirmu. Saya
galau harus memberi apa dihari lahirmu. Sebulan saya berpikir,
bagaimana cara saya memberi tau kamu bahwa saya ingat dan saya tahu dan
saya selalu hafal hari lahirmu. Saya bingung Hans,saya harus
menyampaikan doa pada kamu melalui apa. Saya masih menyimpan nomor
telepon kamu 4 tahun silam, kadang saya masih mengirim pesan singkat
pada nomor itu jika rindu sedang tak tertahan walau saya tau nomor
tersebut telah lama mati. Saya punya kontak BBM kamu, kamu juga tau itu.
Tapi saya tak berani memulai mengetik untuk berucap “Selamat Ulang
Tahun, Hans”. Saya berniat mengucap itu tadi malam saat dini hari.
Tetapi saya urungkan, saya sadar diri Hans, ada yang jauh lebih pantas
mengucapkan itu dibandingkan saya.
Saya
bangun pagi tadi dengan perasaan kacau. Melihat Recent Update di BBM
semakin kacau, terlihat pada pukul 00 ntah lebih berapa saya lupa,
Bunga mengucapkan kebahagiaan akan hari lahirmu. Saya tak berani seperti
itu. Andai saja saya bisa Hans.
Hari ini otak saya sedang terus memutar tanggal 8 bulan ini di tahun-tahun sebelumnya Hans.
Tahun 2012. Saya sudah mempersiapkan kado untuk kamu. Sebuah pigura
dengan kumpulan foto-foto yang di tata berbentuk seorang berambut gimbal
dengan baju merah kuning hijau dan sebuah alquran kecil yang sengaja
saya beli sepasang, dan satunya saya simpan. Kado itu tak saya berikan
tepat di hari lahirmu. Lagi-lagi saya takut dan merasa tidak enak dengan
Bunga. Tapi tetap saja saya berikan saat saya akan pindah ke kota
Jember.
Tahun 2013. Saya meneleponmu
jam 00.00. Dengan nada mengantuk saya bertanya “Ini Hans?” Dan kamu
menjawab sambil tertawa “Bukan haha”. Dengan singkat saya berucap
“Selamat Ulang Tahun Hans. Semoga semua keinginanmu tercapai.Hari ini
saya tidak bisa bertemu denganmu. Maaf ya.”. Telepon saya matikan dan
saat saya bangun tidur, saya mendapati pesan singkat darimu “Saya sudah
menyangka kamu pasti orang yang pertama mengucapkan. Terimakasih
doanya”. Nyatanya apa Hans?Pagi itu saya sedang menapaki puluhan
kilometer aspal untuk sampai di kotamu. Memberikan sebuah bingkisan
ulang tahun buatan tangan yang katamu adalah kado yang paling spesial di
antara semua kado yang kamu terima.
Tahun 2014. Saya ingat kamu berulang tahun Hans. Tapi saya tak memberi
apa-apa. Saya takut untuk terus terhantui merindukan, dan memikirkan
keberadaanmu.
Tahunini Hans. 2015. Saya
tak bisa memberi kejutan apapun. Karena saya kalah sejak awal. Sekedar
berucap melewati pesan singkat pun saya tak berani.
Detik
ini saya mencoba mengumpulkan keberanian itu. Saya ingin turut
berbahagia atas hari kelahiranmu. Sebagai rasa syukur pada Tuhan telah
menakdirkanmu terlahir ke dunia. Tak apa saya tak bisa mengucapkan doa
padamu untuk yang pertama. Namun biarkan saya mencoba memberi doa padamu
nanti, di akhir malam tanggal 8 bulan ini. Sambil berdoa dalam hati,
bahwa nanti saya yang akan menjadi wanita terakhir untukmu.
Selamat ulang tahun Hans.
Lelaki yang selalu di hati, tapi tak pernah bisa termiliki.
Selamat ulang tahun Hans.
Semoga harimu bewarna, bersama, Bunga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar