Selasa, 04 Oktober 2016

Mahasiswi Akhir yang Akhirnya Berlibur (Jogja Part II)

            Pura Pakualaman Jogja
            Saya mengunjungi Pura Pakualaman Jogja pada hari Minggu, dan ternyata kunjungan saya adalah sebuah kesalahan karena Museum yang ada di Pakualaman tutup di setiap hari Minggu. 







Gapura Pura Pakualaman
Akhirnya saya memberanikan untuk meminta ijin untuk sekedar berfoto beberapa tempat disana. Hanya beberapa menit saya disana sampai akhirnya memutuskan pulang dan mampir untuk membeli batagor di daerah Kaliurang.

            Taman Pelangi Monjali
            Saya dan Mbak Yo memutuskan untuk menghabiskan malam di Taman Pelangi. Taman Pelangi terletak di halaman Monjali (Monumen Jogja Kembali). Karena weekend, tiket masuknya di hargai Rp. 20.000. 
Taman Pelangi
Setelah parkir, saya bergegas mengitari lampion-lampion yang sudah terpajang disana. Menurut saya, Taman Pelangi isinya hampir sama dengan Taman Lampion di BNS. 
Ikan Ikan Gendut
Monjali

Aneka kerangka makhluk hidup di bentuk menggunakan kain dan didalamnya berisi lampu. Puas mengitari Taman Pelangi, saya masih mampir membeli makan ikan. Sebelum saya memberi makan ikan di kolam Monjali yang sangat luas itu, saya sempatkan sejenak berfoto di depan Monumen. Kami mengakhiri malam dengan makan mie dok dok di warung burjo daerah Condong Catur.

            Candi Prambanan dan Istana Ratu Boko
            Pernah mendengar mitos bahwa jika ke Candi Prambanan bersama pasangan, maka akan terkena kutukan yaitu sepulang dari sana akan putus. Saya antara percaya dan tidak, karena saya mengalaminya saat kelas 2 SMA. Study tour bersama teman-teman sekolah, dan sepulang dari sana hubungan saya dengan mantan pacar pun berakhir. Tak hanya saya, sepupu saya yang satu sekolah dengan saya juga mengalami hal yang sama setelah study tour. Entah mitos atau bukan, yang pasti Senin pagi itu saya bersama Mbak Yo sudah siap menuju Candi Prambanan. Kami membeli tiket terusan yang berisi paketan tour menuju Istana Ratu Boko dan Candi Prambanan seharga Rp.50.000.
Gapura Istana Ratu Boko
            Mini bus yang akan membawa kami menuju Istana Ratu Boko sudah tiba, dan kami melakukan perjalanan sekitar 10 menit untuk sampai di pelataran parkiran Istana Ratu Boko. Selanjutnya kami harus berjalan kaki menaiki banyak tangga untuk sampai di komplek Istana. Kami disambut dengan gerbang Istana yang begitu kokoh namun hanya seperti reruntuhan. Kemudian kami melakukan perjalanan mengunjungi tiap-tiap tempat yang dimiliki oleh Ratu Boko pada jamannya. Terik matahari mulai terasa membakar kulit, sepertinya saya sudah kelelahan mengitari Istana ini. Saya jadi berpikir, Ratu Boko pasti orang yang kaya raya, karena rumahnya besar sekali. Tidak bisa membayangkan betapa bagus Istananya saat dulu. Saya juga berpikir bagaimana bersih-bersih rumah jika rumahnya besar sekali.
Tempat Mandi Putri
            Setelah dari komplek Istana Ratu Boko, saya menuju kembali ke komplek Candi Prambanan. Saya memperhatikan bentuk Candi yang sangat bagus ini. Saya tak pernah berpikir absurd sebelum ini, sampai akhirnya detik itu saya mempertanyakan bagaimana bisa batu-batu tersebut melekat satu sama lain, dan bentuknya tak hanya kotak, melainkan ada yang setengah bulat dan bentuknya sama persis satu dengan lainnya. Subhanallah sekali, saya tak mampu berpikir menggunakan logika.
Candi Prambanan dan Segala Mitosnya

Terimakasih Phytagoras
            Untuk menuju pintu keluar dari Candi Prambanan kami harus berjalan memutar jauh sekali. Lalu tercetus obrolan nggak penting antara saya dan Mbak Yo. Daripada memutar jauh, saya memilih melakukan perjalanan miring dari sudut menuju sudut, layaknya teorema Pyitagoras. Jadi saran saya saat anda melakukan perjalanan ke Candi Prambanan, jangan lupakan Phytagoras agar tak kehabisan napas di tengah jalan.

            Kota Gede Jogja
            Kota Gede adalah tempat yang paling saya sukai di bandingkan semua tempat yang saya kunjungi disini. Bangunan disini seperti membawa kita ke masa lampau. Saya banyak menghabiskan waktu untuk berfoto di pinggir-pinggir jalan, dimana walau hanya di depan rumah orang, rumah tersebut memiliki desain yang sempurna bagi saya. Di kota gede saya sempatkan untuk membeli oleh-oleh di cokelat monggo. 
Cokelat Monggo
Favorit saya adalah dark chocolate, rasanya enak karena tidak terlalu manis dan ada pahit-pahitnya. Tak hanya membeli cokelat, saya mampir ke pasar untuk membeli jajanan tradisional. Nama jajanannya adalah Jeddah Tempe, isinya seperti Tetel, dan cara makannya seperti Burger.

Di depan rumah orang - Kota Gede
Di samping dapur rumah orang - Kota Gede
 Kita letakkan tempe bacem di antara 2 tetel, kemudian dimakan bersamaan. Wah rasanya, nyonyoiii enak sekali. Saya juga menyempatkan untuk berfoto didepan Rumah Pesik. Rumah besar yang sangat amat besar sekali dengan desain unik dan mencolok, namun sudah tak berpenghuni.
Rumah Pesik Kota Gede


            
Desa Wisata Kasongan
            Hari keempat saya di Jogja, saya sempatkan mengunjungi Desa Wisata Kasongan. Desa ini letaknya di Bantul Jogjakarta. Kalau anda berminat untuk mencari oleh-oleh yang bagus, unik, dan murah, tempat ini saya rekomendasikan. Di desa ini banyak kerajinan gerabah dengan harga murah. Saya mengingat Mak Ri dirumah, akhirnya saya membelikan 2 Cobek dari gerabah, dan 1 Mangkok dari gerabah. 

Celengan Ayam dan Celengen Kendi
Selain itu saya membelikan celengan kendi untuk teman-teman saya di Jember agar mereka jadi rajin menabung. Harga dari kerajinan ini cukup murah hanya sekitar Rp. 3.000 – Rp.5.000 untuk celengan dan cobek. Sedangkan 1 paket kendi dan cangkir hanya di beri harga Rp. 30.000.

            Panggung Krapyak                                             
            Saya selalu penasaran dengan Panggung Krapyak, sampai akhirnya saya bisa berfoto di depannya. Jika di tarik lurus maka akan terbentuk sebuah garis yang menghubungkan Panggung Krapyak, Keraton, Tugu, sampai ke Gunung Merapi. Filosofinya adalah garis tersebut menggambarkan perjalanan manusia. 

Panggung Krapyak
Panggung Krapyak ke Kraton menggambarkan manusia sejak lahi sampai dewasa. Dari Keraton ke Tugu menggambarkan proses manusia menjalani hidup sampai bertemu dengan penciptanya.

            Bale Raos
            Berakhir sudah perjalanan saya dengan Mbak Yo. Sebagai traveler yang nomaden, saya pun berpindah menjadi buntut keluarga saya. Keluarga saya tiba dari Malang dan Jakarta. Selasa malam kami mencoba untuk makan di Bale Raos. Siapa yang tidak tau Bale Raos, tempat makan di Kraton yang menjual masakan-masakan favorit yang biasa di makan oleh Sultan. Saya memesan satu porsi bebek siram saus jamur. Mungkin karena saya bukan darah biru, saya kurang menyukai rasa yang dihidangkan.
Bale Raos


            Tempo Gelato
            Hari Rabu adalah hari terakhir saya bisa berjalan-jalan sebelum esoknya harus kembali ke Jember. Saya, kakak ipar saya, dan 2 teman kakak ipar saya memutuskan untuk jalan-jalan dan nongkrong tipis-tipis. 
Trio Gendut dan Es Krim Gendut
Kami mengunjungi Tempo Gelato di daerah Prawirotaman, saya memesan Ice Cream dengan rasa Jambu dan Greentea. Namun nasib na’as tak bisa dihindari, saat berjalan keluar menuju parkiran Es Krim saya jatuh separuh ke jalan raya.

            Malioboro
            Ke Jogja kalau tidak mampir ke Malioboro seperti kurang Sah. Sebagai perempuan yang suka lapar mata, saya dan kakak ipar saya menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbelanja oleh-oleh di sepanjang jalan Malioboro. Walau sebelumnya saya sudah berpesan bahwa biar saya yang menawar, dan kakak ipar saya tidak boleh bersuara karena bisa ketahuan bahwa dia orang luar Jawa. Karena katanya sih kalo pengen dapet harga murah pas berbelanja di Malioboro harus bisa menawar menggunakan bahasa jawa. Cuma saran aja untuk yang nggak bisa menawar mending belanja di dalem toko jadi harga pas. Selalu hati-hati sama tas, dompet dan handphone waktu berbelanja di keramaian ya.


-bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar