Senin, 03 Oktober 2016

Mahasiswi Akhir yang Akhirnya Berlibur (Jogja Part I)

            Jogja, kota yang menjadi kunjungan favorit sejak dulu. Tak hanya wisatawan dalam negeri, wisatawan asing pun berlomba untuk datang menikmati Jogja. Saya sebagai mahasiswi tingkat akhir yang selalu depresi menghadapi skripsi mendadak langsung Say Yes saat di tawari kakak saya untuk hadir di wisudanya. Acara wisuda digelar hari Rabu tanggal 27 Juli 2016, namun saya sudah berangkat dari kota Suwar Suwir sejak hari Sabtu tanggal 23 Juli 2016. Berbagai tempat wisata sudah masuk dalam list catatan perjalanan, saya ingin berlibur dulu.
saya dengan gaya alay di kereta saat subuh
            Subuh itu, bersamaan dengan para pedagang siap berangkat berjualan, saya sudah berada di stasiun Jember. Dingin sekali pagi itu. Di dalam kereta belum begitu ramai, baru berjalan berapa menit saya sudah mulai di landa kebosanan di dalam kereta. Sekedar bermain smartphone dan mendengarkan lagu. Menyesal rasanya tidak membawa bekal beberapa buku bacaan. Akhirnya sepanjang perjalanan Jember menuju Jogjakarta saya habiskan untuk memperhatikan orang-orang disekeliling saya. Sepasang kakek nenek yang membawa cucunya untuk berlibur ke Solo, seorang ayah yang membawakan sepeda motor untuk anaknya yang kuliah di luar kota, seorang ibu yang akan pergi menengok cucuknya, mas-mas yang mirip artis didepan saya yang sempat video call dengan pacarnya, dan mas-mas ganteng di sebelah pasangan kakek nenek yang berbicara sopan dan nikmat sekali wajahnya di pandang. Perjalanan selalu memberikan banyak pengalaman dan pelajaran.
mas kayak artis
mas mas ganteng di sebelah nenek

            Hati saya berdebar saat tau sudah sampai di Stasiun Lempuyangan. Saya akan di jemput oleh Teman Kakak saya, Mbak Yo namanya. Karena tau akan menggembel beberapa hari,saya harus melakukan banyak persiapan dan perencanaan yang matang untuk bisa bertahan hidup. Minimal mendapatkan tumpangan tidur agar tidak tidur di masjid ataupun pom bensin. Sore itu Jogja di guyur hujan deras. Lama menunggu, saat sedikit reda, saya dan Mbak Yo siap menerobos gerimis.

Angkringan dan Kopi Joss
            Ke Jogja tidak akan sah kalau belum nongkrong di angkringan. Sabtu malam saya mencoba menghafal jalan-jalan penting di Jogja, dan berakhir di salah satu angkringan di sekitar Malioboro. Saya selalu penasaran dengan kopi Joss, beberapa kali pernah ke Jogja namun tak pernah kesampaian meminum kopi Joss. Kopi hitam yang bercampur dengan arang panas terasa nikmat sekali malam itu. Dominan rasa pahit dengan sedikit manis adalah kopi favorit saya. Bagi pecandu kopi, segelas kopi selayaknya kehangatan, yang selalu bisa memberikan rasa tenang.

            Sunday Morning UGM
            Saya berencana menghabiskan hari minggu dengan berjalan jalan ke kampus UGM. Sunday Morning, layaknya Car Free Day setiap minggu di kota Jember. Banyak pedagang mulai menata dan menjajakan barang atau makanan yang di bawa. Saya tertarik melihat slogan “Bakso Pedas Bikin Cerdas”, akhirnya dengan uang Rp.10.000 saya membeli bakso tanpa kuah yang sudah dibumbu dengan pedas, rasanya enaaaaaaak sekali. 
suasana yang sama seperti car free day di Jember
Saya juga membeli telur puter-puter (di Jember namanya begitu), namun rasa dan kualitasnya jauh sekali lebih enak yang di jajakan di alun-alun Jember. Ah yasudah, namanya juga mencoba tak ada salahnya.

            Benteng Vredeburg
            Hari Pertama di Jogja saya memutuskan berjalan-jalan sendirian, karena Mbak Yo sibuk dan tidak bisa menemani. Malam sebelumnya saya memahami peta Jogja yang saya ambil gratisan di Mirota Batik Malioboro. Dalam list perjalanan, saya menulis Benteng Vredeburg, letaknya dekat dengan titik 0 km. Biaya parkirnya Rp.2000 dan biaya masuknya Rp.2000. 
di fotokan pak penjaga parkir
Tutup di hari Senin, untung saja saya kesana hari Minggu. Benteng yang di bangun pada tahun 1765 ini berdiri begitu kokohnya. Di dalam benteng ini terdapat 4 diorama. Sayangnya saya hanya masuk ke dalam 2 dari 4 diorama. Alasannya karena saya sendirian, dan ketika masuk ke dalam salah satu diorama, tidak ada 1 orang pun di dalamnya, dan bulu kuduk saya berdesir, sehingga saya memutuskan balik badan dan menuju diorama lainnya. Mungkin lain kali saya akan kembali kesana lagi.
ibu fatmawati lagi menjahit

            Museum Anak Kolong Tangga
            Museum ini sesuai namanya, ada di bawah kolong tangga lantai 2 di lingkup Taman Budaya Jogjakarta. Letaknya tak jauh dari Benteng Vredeburg.  Pemiliknya adalah seorang WNA dari Belgia bernama Rudi Corens. Tiket masuknya hanya Rp. 5000 untuk orang dewasa, dan jika ingin memotret harus membayar lagi berapa ya saya lupa. 
cuma sempat ambil foto di depan museum aja
Di museum ini pun hanya saya seorang pengunjungnya. Ah sedih rasanya tak bisa menikmati sepenuh hati karena dirundung rasa was-was dan cemas. Museum ini berisikan mainan-mainan jaman dulu dan cerita anak-anak dari berbagai negara. Melihat mainan yang dipajang membuat saya sedikit mengingat masa kecil sebagai anak generasi tahun 90.an. Jajanan masa kecil pun ikut di pajang. Serta beberapa boneka yang menurut saya agak seram penampakannya.
            Setelah puas melihat isi dari museum ini, saya sudah di sambut dengan Pasar Kangen di halaman Taman Budaya. Seperti layaknya pasar, banyak stand-stand berdiri yang menjual berbagai makanan dan minuman tradisional. 
pasar kangen, kangen kamu, kamu kangen aku nggak (?)
Kebetulan sekali saya mengunjungi Jogja saat Pasar Kangen di gelar. Hanya saja, saya tak sempat membeli apapun, karena di buru oleh waktu untuk menuju list perjalanan yang sudah saya rencanakan berikutnya.


            -bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar