Jogja, kota yang menjadi kunjungan
favorit sejak dulu. Tak hanya wisatawan dalam negeri, wisatawan asing pun
berlomba untuk datang menikmati Jogja. Saya sebagai mahasiswi tingkat akhir
yang selalu depresi menghadapi skripsi mendadak langsung Say Yes saat di tawari
kakak saya untuk hadir di wisudanya. Acara wisuda digelar hari Rabu tanggal 27
Juli 2016, namun saya sudah berangkat dari kota Suwar Suwir sejak hari Sabtu
tanggal 23 Juli 2016. Berbagai tempat wisata sudah masuk dalam list catatan
perjalanan, saya ingin berlibur dulu.
![]() |
saya dengan gaya alay di kereta saat subuh |
Subuh itu, bersamaan dengan para
pedagang siap berangkat berjualan, saya sudah berada di stasiun Jember. Dingin
sekali pagi itu. Di dalam kereta belum begitu ramai, baru berjalan berapa menit
saya sudah mulai di landa kebosanan di dalam kereta. Sekedar bermain smartphone
dan mendengarkan lagu. Menyesal rasanya tidak membawa bekal beberapa buku
bacaan. Akhirnya sepanjang perjalanan Jember menuju Jogjakarta saya habiskan
untuk memperhatikan orang-orang disekeliling saya. Sepasang kakek nenek yang
membawa cucunya untuk berlibur ke Solo, seorang ayah yang membawakan sepeda
motor untuk anaknya yang kuliah di luar kota, seorang ibu yang akan pergi
menengok cucuknya, mas-mas yang mirip artis didepan saya yang sempat video call
dengan pacarnya, dan mas-mas ganteng di sebelah pasangan kakek nenek yang
berbicara sopan dan nikmat sekali wajahnya di pandang. Perjalanan selalu
memberikan banyak pengalaman dan pelajaran.
![]() |
mas kayak artis |
![]() |
mas mas ganteng di sebelah nenek |
Hati saya berdebar saat tau sudah
sampai di Stasiun Lempuyangan. Saya akan di jemput oleh Teman Kakak saya, Mbak
Yo namanya. Karena tau akan menggembel beberapa hari,saya harus melakukan
banyak persiapan dan perencanaan yang matang untuk bisa bertahan hidup. Minimal
mendapatkan tumpangan tidur agar tidak tidur di masjid ataupun pom bensin. Sore
itu Jogja di guyur hujan deras. Lama menunggu, saat sedikit reda, saya dan Mbak
Yo siap menerobos gerimis.
Angkringan dan Kopi Joss
Ke Jogja tidak akan sah kalau belum
nongkrong di angkringan. Sabtu malam saya mencoba menghafal jalan-jalan penting
di Jogja, dan berakhir di salah satu angkringan di sekitar Malioboro. Saya
selalu penasaran dengan kopi Joss, beberapa kali pernah ke Jogja namun tak
pernah kesampaian meminum kopi Joss. Kopi hitam yang bercampur dengan arang
panas terasa nikmat sekali malam itu. Dominan rasa pahit dengan sedikit manis
adalah kopi favorit saya. Bagi pecandu kopi, segelas kopi selayaknya
kehangatan, yang selalu bisa memberikan rasa tenang.
Sunday
Morning UGM
Saya
berencana menghabiskan hari minggu dengan berjalan jalan ke kampus UGM. Sunday
Morning, layaknya Car Free Day setiap minggu di kota Jember. Banyak pedagang
mulai menata dan menjajakan barang atau makanan yang di bawa. Saya tertarik
melihat slogan “Bakso Pedas Bikin Cerdas”, akhirnya dengan uang Rp.10.000 saya
membeli bakso tanpa kuah yang sudah dibumbu dengan pedas, rasanya enaaaaaaak
sekali.
![]() |
suasana yang sama seperti car free day di Jember |
Saya juga membeli telur puter-puter (di Jember namanya begitu), namun
rasa dan kualitasnya jauh sekali lebih enak yang di jajakan di alun-alun Jember.
Ah yasudah, namanya juga mencoba tak ada salahnya.
Benteng
Vredeburg
Hari
Pertama di Jogja saya memutuskan berjalan-jalan sendirian, karena Mbak Yo sibuk
dan tidak bisa menemani. Malam sebelumnya saya memahami peta Jogja yang saya
ambil gratisan di Mirota Batik Malioboro. Dalam list perjalanan, saya menulis
Benteng Vredeburg, letaknya dekat dengan titik 0 km. Biaya parkirnya Rp.2000
dan biaya masuknya Rp.2000.
![]() |
di fotokan pak penjaga parkir |
Tutup di hari Senin, untung saja saya kesana hari
Minggu. Benteng yang di bangun pada tahun 1765 ini berdiri begitu kokohnya. Di
dalam benteng ini terdapat 4 diorama. Sayangnya saya hanya masuk ke dalam 2
dari 4 diorama. Alasannya karena saya sendirian, dan ketika masuk ke dalam
salah satu diorama, tidak ada 1 orang pun di dalamnya, dan bulu kuduk saya
berdesir, sehingga saya memutuskan balik badan dan menuju diorama lainnya. Mungkin
lain kali saya akan kembali kesana lagi.
![]() |
ibu fatmawati lagi menjahit |
Museum
Anak Kolong Tangga
Museum
ini sesuai namanya, ada di bawah kolong tangga lantai 2 di lingkup Taman Budaya
Jogjakarta. Letaknya tak jauh dari Benteng Vredeburg. Pemiliknya adalah seorang WNA dari Belgia
bernama Rudi Corens. Tiket masuknya hanya Rp. 5000 untuk orang dewasa, dan jika
ingin memotret harus membayar lagi berapa ya saya lupa.
![]() |
cuma sempat ambil foto di depan museum aja |
Di museum ini pun hanya
saya seorang pengunjungnya. Ah sedih rasanya tak bisa menikmati sepenuh hati karena
dirundung rasa was-was dan cemas. Museum ini berisikan mainan-mainan jaman dulu
dan cerita anak-anak dari berbagai negara. Melihat mainan yang dipajang membuat
saya sedikit mengingat masa kecil sebagai anak generasi tahun 90.an. Jajanan
masa kecil pun ikut di pajang. Serta beberapa boneka yang menurut saya agak
seram penampakannya.
Setelah puas melihat isi dari museum
ini, saya sudah di sambut dengan Pasar Kangen di halaman Taman Budaya. Seperti
layaknya pasar, banyak stand-stand berdiri yang menjual berbagai makanan dan
minuman tradisional.
![]() |
pasar kangen, kangen kamu, kamu kangen aku nggak (?) |
Kebetulan sekali saya mengunjungi Jogja saat Pasar Kangen
di gelar. Hanya saja, saya tak sempat membeli apapun, karena di buru oleh waktu
untuk menuju list perjalanan yang sudah saya rencanakan berikutnya.
-bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar